4. Besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.
5. Tidak transparan dan akuntabelnya praktik alokasi bina lingkungan dalam penerimaan mahasiswa baru. Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan.
"Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dikutip dari PMJ News.***
Sumber : Pikiran Rakyat