KPK Sorot 5 Masalah Rentan Korupsi pada SPMB

18 Mei 2023, 23:51 WIB
Ilustrasi universitas negeri. /Pixabay/Nikolay Georgiev /

WAKTU LAMPUNG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin kasus dugaan suap di Universitas Negeri Lampung (Unila) terulang pada perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya. Sorotan lembaga antirasuh itu mengarah pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang saat ini sedang berlangsung, khususnya jalur Mandiri. 

 

 

Hal itu menjadi sorotan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. Menurutnya, dengan adanya perkara pencurian uang rakyat itu menandakan rentannya tata kelola PTN di Indonesia.

"Hal yang kami ingin lakukan, dibangun tata kelola yang baik ke depannya, kuncinya adalah transparan sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan," kata Pahala Nainggolan.

Jika tata kelola di perguruan tinggi tidak baik, menurut KPK itu akan berdampak negatif. Pasalnya, sumber dayanya berpotensi masuk dunia kerja yang rentan terjadi penyuapan serta gratifikasi.

 

"KPK melakukan kajian dengan mengambil tujuh sampel PTN dari Kemendikbud Ristek dan enam PTN dari Kemenag pada September-Desember 2022. Pendalaman dengan 6 sampel PTN pada bulan Maret 2023," ujar Pahala Nainggolan.

Ada tiga fakultas yang menjadi sorotan KPK, yakni Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ekonomi. Dari hasil kajian ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi.

 

5 Masalah Hasil Kajian KPK

KPK telah mengambill tujuh sampel PTN dari Kemendikbud Ristek dan enam PTN dari Kemenag pada September-Desember 2022.  Dari kajian tersebut ditemukan lima masalah yakni:

1. Adanya ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa khususnya jalur mandiri

2. Mahasiswa yang diterima pada jalur mandiri tidak sesuai dengan kriteria, ranking, atau kriteria lain.

 

3. Praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang rektor cenderung tidak akuntabel.

4. Besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.

5. Tidak transparan dan akuntabelnya praktik alokasi bina lingkungan dalam penerimaan mahasiswa baru. Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan.

 

"Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dikutip dari PMJ News.***

Sumber : Pikiran Rakyat

Editor: Nizwar

Tags

Terkini

Terpopuler