MK Kabulkan Gugatan Pemotongan Masa Jabatan Kada, Gubernur Lampung dan Bupati Budi Jabat hingga 2024

- 22 Desember 2023, 17:31 WIB
MK Kabulkan Gugatan 7 Kada. Merjuk Keputisan itu Masa Jabatan Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Utara hingga 2024
MK Kabulkan Gugatan 7 Kada. Merjuk Keputisan itu Masa Jabatan Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Utara hingga 2024 /tangkap layar

WAKTU LAMPUNG - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa jabatan kepala daerah (Kada) hasil Pemilu 2018 yang dilantik pada 2019 tetap lima tahun.

Di Lampung, ada dua kepala daerah hasil pilkada 2018 dan dilantik 2019, yakni Gubernu Lampung Arinal Djunaidi dan Bupati Lampung Utara, Budi Utomo.

Arinal Djunaidi yang beroasangan dengan Chusnunia Chalim (Nunik) merupakan kada hasil Pilkada 27 Juni 2018.

Arinal-Nunik kemudian dilantik Presidren Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur dan Wagug Lampung periode 2019-2024, di Istana Negara, Rabu, 12 Juni 19.

Pelantikan Arinal-Nunik sebagai gubernur-wagub Lampung diawali dengan penyerahan petikan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung periode 2019-2024 kepada keduanya.

Demikian pula Bupati Lampung Utara, Budi Utomo. Dia merupakan hasil Pilkada Lampung Utara 27 Juni 2018.

Kala itu, Budi Utomo merupakan wakil bupati terpilih yang berpasangan dengan Bupati terpilih Agung Ilmu Mangkunegara.

Agung dan Budi Utomo kemudian dilantik Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo sebagai bupati-wabup Lampung Utara periode 2019-2024, di Gedung Balai Keratun lantai III, Kompleks Kantor Gubernur di Bandar Lampung, Senin, 25 Maret 2019.

Namun, pada Minggu, 6 Oktober 2019 malam, Agung ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Budi Utomo kemudian dilantik sebagai Bupati Lampung Utara untuk sisa masa jabatan 2019-2024 oleh Gubernur Arinal di Balai Keratun lantai 3, Komplek Kantor Gubernur Lampung di Bandar Lampung, Selasa, 3 November 2020. 

Jika merujuk pada putusan MK yang mengabulkan gugatan tujuh kepala daerah tetang uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka jabatan keduanya berakhir pada 2024.

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan tujuh kepada daerah di Indonesia soal uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang putusan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis, 21 Desember 2023 seperti dilansir dari Antara.

MK menilai Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur bahwa "gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023" bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Dengan adanya putusan ini, maka norma pasal dimaksud selengkapnya berbunyi “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023; dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019, memegang jabatan selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024”.

Permohonan yang teregister dengan Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh Emil Dardak, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.

Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil pemilihan tahun 2018 dan baru dilantik pada tahun 2019. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.

Pada pertimbangannya, MK dapat melihat kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018 tetapi baru dilantik pada tahun 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya.

Menurut mahkamah, ketentuan norma Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 ternyata menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para pemohon.

“Pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ujar Suhartoyo membacakan konklusi.

Atas putusan ini, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Daniel, Pemohon I Murad Ismail, Pemohon II Emil Dardak, Pemohon V Marten A Taha, dan Pemohon VII Khairul tidak memiliki kedudukan hukum.

“Dan seharusnya dalam amar putusan mahkamah menyatakan permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon V, dan Pemohon VII tidak dapat diterima,” demikian Daniel dikutip dari salinan putusan yang diunduh dari laman web resmi MK RI dilansir dari Antara.***

Editor: Merli Sentosa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x